![]() |
BATAM| Pelabuhan tikus Tanjung Ngundap, Kelurahan Tembesi, Kecamatan Sagulung, diduga menjadi lokasi pengiriman barang-barang ilegal ke luar daerah Kota Batam, termasuk rokok merek Hamild yang belakangan ini marak beredar di pasaran.
Produk rokok yang diduga tidak memiliki legalitas resmi tersebut dengan mudah ditemukan di berbagai warung kecil hingga toko besar, bahkan telah menyebar luas ke berbagai daerah di Indonesia.
Hasil investigasi lapangan pada kamis (16/10/2025/menunjukkan masifnya distribusi rokok ilegal ini. Ironisnya, aparat penegak hukum terkesan tutup mata terhadap praktik tersebut.
Tim investigasi menemukan bahwa rokok Hamild dijual bebas tanpa hambatan, tidak hanya di Kota Batam tetapi juga didistribusikan ke luar daerah melalui jalur laut dan darat.
Fakta ini mengindikasikan adanya jaringan distribusi yang rapi dan kuat, yang mustahil berjalan tanpa adanya dukungan atau pembiaran dari pihak-pihak tertentu.
Publik menilai lemahnya penindakan terhadap peredaran rokok ilegal ini bukan tanpa alasan. Diduga ada praktik “main mata” antara mafia rokok dengan oknum aparat penegak hukum, sehingga bisnis haram tersebut dapat berjalan mulus tanpa jeratan hukum.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat: Apakah hukum hanya tajam ke bawah, namun tumpul ke atas?
UU yang Berpotensi Dilanggar
Peredaran rokok ilegal seperti Hamild berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum, di antaranya:
UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, Pasal 54:
Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan barang kena cukai yang tidak dilekati pita cukai dapat dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda paling sedikit dua kali nilai cukai dan paling banyak sepuluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 199 Ayat (1):
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3:
Jika terbukti ada aparat yang menyalahgunakan kewenangan sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara dari sektor cukai, dapat dijerat tindak pidana korupsi.
Selain menimbulkan kerugian negara akibat hilangnya potensi penerimaan cukai hingga miliaran rupiah, peredaran rokok ilegal juga berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.
Harga yang jauh lebih murah membuat rokok ini mudah diakses, bahkan oleh kalangan pelajar.
Masyarakat mendesak aparat penegak hukum, Bea Cukai, dan pemerintah pusat agar tidak lagi melakukan pembiaran. Jika benar ada praktik “main mata”, maka aparat terkait harus dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.
Investigasi menegaskan bahwa peredaran rokok Hamild di Batam bukan sekadar pelanggaran kecil, tetapi merupakan kejahatan terorganisir yang merugikan negara dan membahayakan generasi bangsa.
Dugaan kolusi antara mafia dan aparat, jika benar adanya, hanya akan melanggengkan bisnis haram yang merusak sendi-sendi hukum dan keadilan di negeri ini. (Tim)